Dua bulan sudah waktu berlalu sejak pelaksanaan workshop peningkatan SDM Humas PTS Kopertis VIII. Workshop yang diselenggarakan pada bulan Nopember 2015 yang bertempat di aula Batu Layar Beach Hotel oleh Kopertis wilayah VIII dan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) seyogyanya menghasilkan wacana untuk segera dibentuknya Asosiasi Humas PTS yang berada di bawah koordinasi APTISI wilayah VIII B.

Wacana tersebut dinilai sangat baik sekali dalam upaya peningkatan SDM Humas mengingat pemberdayaan humas pada PTS selama ini terkesan hanya sebagai formalitas dan pelengkap struktur organisasi saja. Padahal peran Humas dalam suatu lembaga sangatlah penting.

Humas yang berarti singkatan dari hubungan masyarakat atau Public Relation (PR) sejatinya merupakan fungsi manajemen organisasi yang bertugas untuk membangun dan menjaga citra lembaga dengan komunikasi sebagai alat kerja utamanya. Oleh karenanya kesuksesan atau kegagalan suatu organisasi juga ditunjang oleh hubungan dan komunikasi yang baik dengan seluruh mitra organisasi atau para stakeholders. Disinilah peran kompetensi dan kinerja humas sangat dibutuhkan.

Kemudian bagaimana kondisi humas yang diberdayakan oleh PTS di Indonesia? Sebelum kita menjawab hal tersebut perlu kita ketahui terlebih dahulu peran kehumasan pada perguruan tinggi di negara maju. Di sana Humas merupakan suatu departemen yang profesional dimana pengaplikasian dari tugasnya sama dengan tupoksi manajemen perusahaan dalam menjalin hubungan yang baik dengan para klien, pers dan stakeholders lainnya.

Di Indonesia hanya beberapa perguruan tinggi besar ternama saja yang sudah menjalankan fungsi dan peran kehumasan. Sedangkan perguruan tinggi lainnya belum nampak eksistensi kinerjanya, bahkan banyak perguruan tinggi yang tidak memiliki fungsi kehumasan di organisasinya karena dianggap tidak terlalu penting.

Banyak pertanyaan yang bermunculan setelahnya, antara lain:

Bagaimana mereka bisa survive ditengah persaingan yang semakin ketat antar PTS kalau eksistensi lembaga mereka saja tidak diketahui masyarakat? Bagaimana mendapatkan kepercayaan publik baik mitra maupun klien agar PTSnya dapat berdaya saing bila pencitraan lembaga tidak ada? Bagaimana mereka dapat meningkatkan nilai akreditasinya jika kerjasama dengan para stakeholder tidak berjalan dengan baik? Masih banyak sekali lusinan pertanyaan lainnya bila humas pada PTS terabaikan.

Kondisi yang memprihatinkan dengan ketidakjelasan departemen humas pada PTS yang sering dialami adalah terjadinya multiple job yang dilaksanakan oleh bagian atau departemen tertentu. Terkadang pimpinan memberikan pengarahan kepada para staffnya untuk menjadi “humas dadakan” pada suatu kegiatan acara tertentu baik untuk publikasi, advertisi informasi, hubungan kepada mitra seperti pihak sponsor, investor dan pers serta proses manajemen isu lainnya dalam mengantisipasi, mengidentifikasi, mengevaluasi dan merespon isu-isu kebijakan publik.

Hal ini telah terbukti dan jelas terlihat pada peserta workshop Humas PTS Kopertis VIII yang lalu. Sebagian besar peserta menerangkan bahwa di Perguruan Tinggi mereka berdomisili tidak ada departemen atau bagian khusus untuk kehumasan. Peserta dikirim oleh pimpinan masing-masing PTS untuk mewakili lembaganya mulai dari dekan hingga staff administrasi, bahkan terdapat juga dosen yang tidak memiliki jabatan struktural tertentu di kampusnya turut disertakan dalam workshop tersebut.

Banyak dari peserta yang kebingungan dan tampak tidak mengerti definisi dan fungsi bagian humas pada lembaganya sehingga workshop tersebut benar-benar menjadi pelajaran bagi para peserta mengenai fungsi dan peran penting humas pada PTS. Oleh karenanya sangat diharapkan peran Kopertis VIII dan APTISI VIII B untuk segera mengakomodasi keberadaan dan kinerja humas PTS serta membantu untuk mensosialisasikan tupoksi humas.

Hal ini dinilai perlu agar PTS dapat meningkatkan kualitasnya baik citra di masyarakat maupun pemberdayaan SDMnya melalui tenaga humas yang berkompeten dan profesional. Sehingga agenda workshop yang akan diselenggarakan berikutnya benar-benar dapat dihadiri oleh peserta yang sejatinya mewakili bagian humas. Selain itu kegiatan workshop diharapkan jangan hanya bersifat “ceramah” namun harus pula diikuti dengan pendidikan dan pelatihan (diklat) rutin sebagai upaya meningkatkan kompetensi SDM humas.

Namun disamping itu semua satu hal penting yang perlu diingat, bahwa kegiatan workshop dan diklat yang nantinya dilaksanakan tidak akan membuahkan hasil yang efektif dan efisien bila pembentukan Asosiasi Humas PTS hanyalah sebuah wacana di atas kertas.

Penulis: Ahmad Bairizki, SE.,MM (Kabag Humas STIE AMM Mataram, & Ex-Academic Officer of PGP Department – London School of Public Relation-LSPR Jakarta)